Sabtu, 28 April 2012

SURAT TERBUKA

Surat Terbuka»Surat Terbuka Penolakkan terhadap Perkebunan

Surat Terbuka Penolakkan terhadap Perkebunan
Rabu, 19 Oktober 2011 00:00
Ditulis oleh Walhi Sumut
Padang, 07 Oktober 2011
Nomor : 026/ED-WSB/IX/2011
Lamp : 1 (satu) rangkap
Perihal : Surat Terbuka Penolakkan terhadap Perkebunan
Kelapa Sawit Di Kabupaten Kepulauan Mentawai

Kepada Yth;
1. Presiden Republik Indonesia
2. Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat
3. Menteri Dalam Negeri
4. Menteri Negara Lingkungan Hidup
5. Menteri Kehutanan
6. Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional

Di
Jakarta

Salam Adil dan Lestari
Pulihkan Indonesia.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumatera Barat sebagai forum yang fokus pada persoalan lingkungan hidup, bertujuan untuk mewujudkan masyarakat dan tatanan lingkungan hidup yang adil dan demokratis. Berupaya melakukan peranan diantaranya melakukan pengawasan dan monitoring terhadap aktifitas-aktifitas yang berpotensi merusak dan mencemari lingkungan, serta mendorong terciptanya pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang adil dan demokratis.
Sehubungan dengan rencana pembangunan perkebunan kelapa sawit di Kepulauan Mentawai Propinsi Sumatera Barat yang saat ini dalam proses pembuatan dokumen AMDAL di BAPEDALDA Propinsi Sumatera Barat. Dimana saat ini sudah banyak muncul surat penolakan dari berbagai pihak dan masyarakat di Kabupaten Kepulauan Mentawai yang tembusan dan atau salinannya disampaikan kepada kami. Untuk itu melalui surat terbuka ini kami merasa perlu menyampaikan :

1. Menyangkut Surat Keputusan Bupati tentang Izin Lokasi
Proses Pemberian Izin Lokasi yang dikeluarkan oleh Bupati Kabupaten Kepulauan Mentawai, telah menyalahi aturan dan cacat hukum. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 tahun 1999 tentang izin lokasi tidak mengatur mengenai adanya perubahan izin lokasi apalagi menambah jumlah luasan. Pada Pasal 5 dapat ditafsirkan izin lokasi bagi yang diberikan diatas 50 Ha berlaku untuk 3 tahun dan dapat diperpanjang selama 1 tahun, itupun dapat dilakukan apabila perolehan tanah mencapai lebih dari 50% dari luas tanah yang ditunjuk dalam izin lokasi. Apabila dikaitkan dengan Peraturan Menteri Pertanian No. 26/Per-Mentan/PT.140/2/2007 tentang perizinan perusahaan perkebunan yang juga dijadikan konsideran mengingat dalam SK awal maupun perubahan Bupati, terutama di dalam Pasal 26 dapat ditafsirkan bahwa perubahan luas lokasi hanya dapat diberikan bagi perusahaan yang telah memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP), Izin Usaha Perkebunan Untuk Budidaya (IUP-B), atau Izin Usaha Perkebunan Untuk Pengolahan (IUP-P). Sementara Izin lokasi adalah salah satu syarat untuk mendapatkan izin usaha perkebunan sehingga apabila ada perubahan luas izin hanya dapat dilakukan setelah keempat perusahaan dalam hal ini PT. Mentawai Golden Plantation Pratama, PT. Siberut Golden Plantation Pratama, PT. Swastisiddhi Amagra dan PT. Rajawali Anugrah Sakti sudah memperoleh Izin Usaha Perkebunan.

2. Menyangkut Pangan Lokal
Daerah-daerah yang diberikan izin lokasi oleh Bupati Kab. Kepulauan Mentawai untuk perkebunan kelapa sawit tersebut merupakan daerah-daerah produktif, karena daerah tersebut merupakan lahan tanaman pangan lokal Masyarakat Adat Mentawai seperti Pisang, Keladi (Talas) dan Sagu. Walaupun Masyarakat Adat Mentawai saat ini sudah mengkonsumsi beras, namun bagi mereka pisang, keladi dan sagu masih tetap menjadi makanan utama bagi mereka. Ketika lokasi yang diberikan izin oleh Bupati ini ditanami Kelapa Sawit maka hilanglah lahan pangan utama Masyarakat Adat Mentawai. Secara Geografis Kepulauan Mentawai berada di pantai barat Pulau Sumatera yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia dengan jarak + 130 mil dari daratan pulau Sumatera. Akses transportasi satu-satunya adalah dengan mengadalkan kapal reguler dan kapal dagang dengan waktu tempuh rata-rata 10 – 12 jam. Pada musim-musim tertentu terjadi badai dengan gelombang dan ombak yang membuat alat transportasi tidak satupun yang bisa bergerak ke Kabupaten Kepulauan Mentawai. Ketika dalam kondisi Badai di Pantai Barat Sumatera ini maka otomatis pasokan beras tidak akan ada yang bisa masuk ke Mentawai.

3. Ancaman Ketersediaan Air Layak Pakai
Kabupaten Kepulauan Mentawai terdiri dari pulau-pulau kecil yang memiliki karakteristik tersendiri dimana mereka tidak memiliki Air bawah Tanah, hanya bergantung pada air permukaan. Sementara air permukaan akan sangat bergantung sekali dengan curah hujan dan kondisi tutupan hutan. Perkebunan kelapa sawit merupakan perkebunan yang rakus terhadap air dan rakus dalam penggunaan pestisida serta herbisida. Lokasi yang direncanakan untuk perkebunan kelapa sawit ini sebagian besar berada dibagian hulu dari perkampungan masyarakat Adat Mentawai. Buat Masyarakat Adat Mentawai air tidak hanya untuk kebutuhan sehari-hari (Air Minum, MCK, mengolah sagu, dll) akan tetapi air permukaan yang mengaliri sungai menjadi jalur transportasi utama dari kampung antar kampung dan ke kota kecamatan.

4. Ancaman Meningkatnya angka pengangguran dan Kemiskinan
Lokasi rencana perkebunan kelapa sawit yang diberikan oleh Bupati Kabupaten Kepulauan Mentawai merupakan lahan produktif Masyarakat Adat Mentawai. Lokasi yang direncanakan sebagai perkebunan kelapa sawit tersebut sebagian besar selain menjadi lahan pangan utama juga merupakan lahan perkebunan Kelapa, Coklat, Budidaya Manau (Rotan), Cengkeh, Nilam dan tanaman produktif lainnya, yang menjadi sumber ekonomi utama Masyarakat Adat Mentawai. Ketika lahan tersebut berubah menjadi perkebunan kelapa sawit maka Masyarakat Adat Mentawai yang selama ini menggantikan penghasilannya dari lahan tersebut akan kehilangan mata pencaharian dan akan menjadi pengangguran, dan sudah bisa dipastikan tidak semua yang menganggur karena alih fungsi lahan tersebut akan bisa ditampung perkebunan kelapa sawit, karena yang akan menganggur tersebut tidak semuanya merupakan tenaga produktif untuk buruh harian lepas yang akan dipakai oleh perusahaan nantinya.

5. Tergusurnya Keberadaan Masyarakat Adat Mentawai
Sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria pasal 28 bahwa ; Hak guna-usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan. Kemudian dalam Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 pasal 4 ayat (1) menjelaskan bahwa ; Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha adalah tanah Negara. Tidak ada hak lain diatas Hak Guna Usaha, keluarnya HGU perusahaan maka hak kepemilikan Masyarakat Adat Mentawai akan hilang dan berubah menjadi Milik Negara. Pemilihan lokasi untuk empat perusahaan kelapa sawit di Kepulauan Mentawai ini adalah lahan-lahan pemukiman dan pertanian aktif masyarakat. Sebanyak 29 perkampungan yang akan tergusur dengan kehadiran perusahaan. Masyarakat Adat Mentawai sangat bergantung dengan alamnya, alam adalah bagian yang tidak bisa dilepaskan terutama hutan. Kebudayaan masyarakat Mentawai berkaitan langsung dengan hutan, jika tidak ada lagi hutan maka tidak adalagi kebudayaan. Kemudian setelah Hak Guna Usaha berakhir lahan tersebut kembali kepada Negara sebagaimana diatur lebih lanjut dalam peraturan di atas pada bagian kelima tentang Kewajiban dan Hak Pemegang Hak Guna Usaha pada pasal 12 ayat (1) poin g ; menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha kepada Negara sesudah Hak Guna Usaha tersebut hapus.

6. Pelanggaran Terhadap Hak Asasi Manusia
Kebijakan Bupati Kepulauan Mentawai dengan memberikan izin lokasi berpotensi Melanggar Hak Ekonomi Sosial Budaya (EKOSOB) masyarakat Adat Mentawai, sebagaimana diatur dalam Konvenan International Hak-hak Ekonomi Sosial dan Budaya Pasal 2 ; Semua bangsa, untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, dapat secara bebas mengelola kekayaan dan sumber daya alam mereka tanpa mengurangi kewajiban-kewajiban yang timbul dari kerjasama ekonomi internasional berdasarkan asas saling menguntungkan dan hukum internasional. Dalam hal apapun tidak dibenarkan untuk merampas hak-hak suatu bangsa atas sumber-sumber penghidupannya sendiri. Dan Deklarasi PBB Tentang Hak-hak Masyarakat Adat pada Pasal 3 : Masyarakat adat mempunyai hak untuk menentukan nasib sendiri. Berdasarkan hak tersebut, mereka secara bebas menentukan status politik mereka dan secara bebas mengembangkan kemajuan ekonomi, sosial dan budaya mereka.

Berdasarkan kondisi yang telah kami sebutkan di atas, maka Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Barat berharap Bapak:
1. Meminta Bupati Kepulauan Mentawai untuk mencabut Surat Keputusan Bupati Kepulauan Mentawai tentang Izin Lokasi Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit & Industri CPO PT. Siberut Golden Plantation Pratama, PT. Mentawai Golden Plantation Pratama, PT. Swastisiddhi Amagra, PT. Rajawali Anugrah Sakti.
2. Memerintahkan kepada Departemen terkait untuk mendesak Bupati Kepulauan Mentawai untuk lebih mendorong inisiatif-inisiatif kebijakan daerah yang mengakui hak ulayat dan melindungi hukum Adat (mekanisme Adat) dalam pemanfaatan tanah ulayat sebagai bentuk penguatan terhadap hak ulayat masyarakat Adat di Kabupaten Kepulauan Mentawai.
3. Memerintahkan Kementerian Lingkungan Hidup untuk segera meminta Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (BAPEDALDA) Sumatera Barat menghentikan proses pembuatan Dokumen AMDAL rencana pembangunan perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Kepulauan Mentawai.
4. Meminta Kementerian Agraria/ Badan Pertanahan Nasional segera melaksanakan perannya sebagaimana yang dituangkan dalam Memorandum of Understand (MoU) antara Aliansi Masyarakat Adat Nusantara dengan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor : 05/MOU/PB-AMAN/IX/2011 dan Nomor : 11/SKB/IX/2011 tentang Peningkatan Peran Masyarakat Adat Dalam Upaya Penciptaan Keadilan dan Kepastian Hukum Bagi Masyarakat Adat Pasal 2 poin c ; melakukan identifikasi dan inventarisasi keberadaan masyarakat adat dan wilayah adatnya dalam rangka menuju perlindungan hukum hubungan antara wilayah adat dan masyarakat adat.

Demikian surat terbuka ini kami sampaikan. Atas perhatian dan dukungan Bapak untuk KEBERLANJUTAN KEHIDUPAN dan PENGHIDUPAN Masyarakat Adat di Kabupaten Kepulauan Mentawai kami ucapkan terima kasih.

Eksekutif Daerah
Wahana Lingkungan Hidup
Sumatera Barat

Khalid Saipulah, S.Sos
Direktur Eksekutif

Tembusan disampaikan kepada yth:
1. Ketua DPD RI di Jakarta
2. Ketua Komnas HAM di Jakarta
3. Gubernur Provinsi Sumatera Barat di Padang
4. Ketua DPRD Propinsi Sumatera Barat di Padang
5. Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Barat di Padang
6. BAPEDALDA Propinsi Sumatera Barat, di Padang
7. Badan Pertanahan Nasional Wilayah Sumatera Barat di Padang
8. KOMNAS HAM Perwakilan Sumatera Barat di Padang
9. Bupati Kepulauan Mentawai di Tuapejat
10. Ketua DPRD Kab. Kepulauan Mentawai
11. Badan Pertanahan Nasional Kab. Kepulauan Mentawai di Tuapejat
12. Kantor Lingkungan Hidup Kab. Kepulauan Mentawai di Tuapejat
13. Dinas Kehutanan Kab. Kepulauan Mentawai di Tuapejat
14. Dinas Pertanian Kab. Kepulauan Mentawai di Tuapejat
15. Media Massa (Pers)
16. Arsip

Lembaga Pendukung :
1. AKAR Bengkulu
2. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Nasional
3. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kepulauan Togian
4. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) RIAU
5. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Maluku Utara
6. Bina Kelola (BILA)
7. BRWA Kalimantan Barat
8. Bumi Ceria – Sumatera Barat
9. CAPPA, Jambi
10. Community Organizer Independence (COI) Kalimantan Barat
11. Diakonia HKI
12. DPD Sakti Sumbar
13. Evergreen Indonesia – Sulawesi Tengah
14. Flower Aceh
15. Gema Alam – Nusa Tenggara Barat
16. Himpunan Serikat Perempuan Indonesia (HAPSARI)
17. Human Right Defender – Jawa Tengah
18. IDEP-Sum-teng
19. I-PUSH Lembaga Kajian Budaya Dan Kebijakan
20. Jaringa Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP)
21. Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah
22. Jaringan Baileo Maluku
23. Jaringan Masyarakat Gambut Riau
24. Jaringan KuALA – Aceh
25. Kelompok Kerja Sistem Hutan Kerakyatan (POKKER SHK), Kalimantan Tengah
26. Kelompok Mahasiswa Mencintai Alam (KOMMA)
27. Kelopak Bengkulu
28. Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) WARSI Jambi
29. Konsorsium Pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KPsHk)
30. Konsorsium Pengembangan Masyarakat Madani (KPMM)
31. Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN)
32. Konsil LSM Indonesia
33. KPMDB Yogyakarta
34. KSPPM Prapat- Sumatera Utara
35. LBBT – Kalimantan Barat
36. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Akar Rumput - Lampung
37. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang
38. Lembaga Dayak Manurung (LDP)
39. Lembaga Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat (LP2M)
40. Lembaga Studi & Bantuan Hukum (LSBH) Nusa Tenggara Barat
41. Limpapeh
42. LPMA Borneo Selatan
43. MAPALA Alpichanameru
44. Mata Enggang – Bornei Barat
45. Nurani Perempuan WCC
46. Padepokan Budi Aji – Magelang
47. PADI Indonesia
48. Palmalsar Bandar Lampung
49. Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Azazi Manusia (PBHI) Lampung
50. Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Azazi Manusia (PBHI)Nasional
51. Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Azazi Manusia (PBHI)Sumatera Barat
52. Pekumpulan PETRA - Medan
53. Perhimpunan BAKUMSU - Medan
54. Perkumpulan HuMa
55. Perkumpulan Hijau
56. Perkumpulan Qbar
57. Perkumpulan Siberut Hijau (PASIH)
58. Perkumpulan TELAPAK
59. Perkumpulan Telapak BT Sumbagteng
60. PPSDAK Kalimantan Barat
61. Puruk Cahu Kalimantan Tengah
62. Rumah Tani Indonesia
63. Sahabat Masyarakat Pantai (SAMPAN) – Kalimantan Barat
64. Sawit Watch - Bogor
65. Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jawa Timur
66. Serikat Hijau Indonesia (SHI)
67. Serikat Petani Indonesia (SPI) Sumbar
68. Solidaritas Perempuan Aceh
69. Solidaritas Perempuan Bojonegoro
70. Solidaritas Perempuan Jabotabek
71. Solidaritas Perempuan Jogjakata
72. Solidaritas Perempuan Kendari
73. Solidaritas Perempuan Makassar
74. Solidaritas Perempuan Mataram
75. Solidaritas Perempuan Palembang
76. Solidaritas Perempuan Palu
77. Solidaritas Perempuan Sumbawa
78. Strategi Pengembangan Kawasan Mentawai (SPKM)
79. TARATAK
80. TOTALITAS
81. TPP Lampung
82. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nasional
83. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh
84. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jambi
85. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Barat
86. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau
87. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Barat
88. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Utara
89. Wahanaliar
90. Yalhimo Papua
91. Yayasan Bitra Indonesia
92. Yayasan Bina Vitalis - Bengkulu
93. Yayasan Citra Mandiri (YCM) Mentawai
94. Yayasan KELING Kumang Kalimantan Barat
95. Yayasan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)
96. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
97. Yayasan Melayu Lestari (YAMUL) Sulawesi Tenggara
98. Yayasan Peduli Nanggroe Atjeh (PeNA) Banda Aceh
99. Yayasan Pijer Padi Sumatera Utara
100. Yayasan Simeulue Lestari
101. Yayasan Titian
)



• Sekber : Pemerintah Gagal Menyelesaikan Konflik Agraria Mesuji
• Stop Sementara Ekspor CPO Indonesia
• Saksi Newmont Akui Sendiri Tidak Pernah Ada Sosialisasi Tentang Operasi Tambang
• Biokerosene: Take-off in the wrong direction
• Prahara Di Kebun Sawit Yang Tak Pernah Berhenti
• 113 Kontainer B3 dari Inggris dan Belanda
• The meso american forum against agribusiness, El Salvador
• Tahap Akhir Penghancuran Sumber Daya Air
• Cara Menghentikan Daya Rusak Batubara adalah membiarkan Batubara dalam Perut Bumi
• Proyek REDD Australia memicu konflik atas kawasan
• “Kemenangan Kecil“ Di Mahkamah Agung: Momentum Mendorong Penataan Ruang Yang Berkeadilan
Media Release
• 27-02-2012 Sekber : Pemerintah Gagal Meny
• 23-02-2012 Stop Sementara Ekspor CPO Indo
• 23-02-2012 Saksi Newmont Akui Sendiri Ti
• 22-02-2012 Prahara Di Kebun Sawit Yang Ta
• 11-02-2012 “Negeri yang tidak mau Belajar
• 10-02-2012 PT.Weda Bay Nickel Ancam Usir
• 06-02-2012 Tragedi Kamis Berdarah di Roka
• 30-01-2012 Persetujuan atau Ketidaksetuju

Tidak ada komentar:

Posting Komentar